Jakarta, 26 Mei 2025 — Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) hadir sebagai narasumber dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Gedung Nusantara I, Jakarta. Rapat ini merupakan bagian dari proses penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertekstilan yang bertujuan memberikan dasar hukum untuk melindungi dan mengembangkan industri tekstil nasional, termasuk batik sebagai warisan budaya dunia.

Ketua Umum APPBI, Dr. Komarudin Kudiya, S.IP., M.Ds., memimpin delegasi APPBI bersama perwakilan Yayasan Batik Jawa Barat, Sendy Yusuf, S.T., serta anggota APPBI lainnya, yakni H. Wirasno, S.T., H. Ahmat Failasuf, S.E., dan H. Agus Purwanto, S.T.. Rapat ini juga dihadiri tokoh penting dari sektor tekstil, seperti Ketua IKATSI H. Sobirin Hamid, Ketua API Jemmy Kartiwa, dan Ketua APSyFI Redma GW, serta perwakilan dari empat fraksi DPR RI.
Waspadai Produk Batik Palsu dan Impor Ilegal
Dalam rapat, APPBI menyampaikan sejumlah isu krusial yang menghambat kemajuan industri batik nasional, antara lain:
- Maraknya impor tekstil ilegal bercorak batik
- Ketergantungan bahan baku impor (kain dan pewarna)
- Biaya produksi tinggi dan rendahnya regenerasi tenaga kerja
- Rendahnya standar upah perajin batik
- Tidak konsistennya mutu batik (SNI & Batik Mark)
- Tidak adanya regulasi perlindungan konsumen terhadap kualitas batik
- Absennya muatan lokal batik dalam kurikulum pendidikan
“APPBI tidak menolak keberadaan tekstil printing, namun kami menuntut kejelasan dalam pemakaian istilah ‘batik’. Masyarakat harus bisa membedakan mana batik asli dan mana produk tiruan,” tegas Dr. Komarudin.
Usulan APPBI dalam RUU Pertekstilan
Untuk memperkuat posisi batik nasional, APPBI mengusulkan berbagai regulasi strategis, di antaranya:
- Pembatasan peredaran impor tekstil ilegal
- Penegakan hukum terhadap pemalsuan produk batik
- Perlindungan desain dan hak ekonomi perajin batik
- Penerapan dan penguatan sistem Indikasi Geografis (IG)
- Penggunaan Batik Mark Indonesia (BMI) sebagai penjamin keaslian batik
- Verifikasi dan pengawasan batik di platform digital dan marketplace
- Pembentukan badan pengawas batik nasional
- Integrasi batik dalam kurikulum pendidikan nasional
APPBI juga menekankan pentingnya penegakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Batik dan pengaplikasian BMI yang telah diberlakukan sejak 2007. Produk yang mengklaim sebagai batik namun tidak mencantumkan BMI dinilai perlu dikenakan sanksi hukum.
APPBI berharap, melalui kehadirannya dalam proses legislasi ini, industri batik Indonesia semakin terlindungi dan mampu bersaing secara adil di pasar global, sekaligus tetap menjaga nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap helai kain batik.