in

Sertifikasi Halal Untuk Batik Halal? Ini Penjelasan APPBI!

ISU santer mengenai niat MUI akan menerapkan sertifikasi batik halal menuai kontroversi dari kalangan pembatik. Kebanyakan mempermasalahkan pemahaman MUI tentang batik itu sendiri. Sertifikasi halal diasosiasikan untuk produk batik, sedangkan para perajin mendefinisikan batik sebagai produk kreatif yang tak perlu disertifikasi karena gagasan atau idenya bukan barang haram sebagaimana seni lahir dari ide.

Batiklopedia berusaha meretas isu-isu tersebut dalam berbagai perspektif munculnya latar-belakang batik harus tersertifikasi oleh MUI. Apakah relevan?

Kali ini penjelasan datang dari Ketua Asosiasi Pengusaha Dan Perajin Batik Indonesia Komarudin Kudiya Dr. H.  Komarudin Kudiya S.IP M.Ds. Ia mengirimkan keterangan dan hasil analisanya mengenai tanggapan tentang penerapan sertifikasi batik halal.

 

MENGENAL LEBIH DEKAT DAN LENGKAP PROSES BATIK HALAL

DAN SIKAPI DENGAN BIJAK

Dr. H.  Komarudin Kudiya S.IP M.Ds.

Setelah kita semua mendengar berita tentang perlunya sertifikasi halal pada batik yang sedikit meresahkan, maka marilah kita sikapi dengan bijak dan kita tidak perlu terlalu risau.

Hal ini anggap saja sebagai peringatan bagi kita untuk selalu waspada pada kenyataan. Pada tulisan ini akan saya jelaskan informasi secara komprehensif dilengkapi sedikit data ilmiah dan dituliskan hasil wawancara dari sumber yang sangat bisa dipertanggungjawabkan.

Batik sebagai pusaka budaya non bendawi

Batik sebagai pusaka non bendawi dan sebagai karya seni yang dihasilkan para pembatik (seniman batik), merupakan pengejawantahan dari kondisi yang melingkarinya. Segala sesuatu yang diungkapkan merupakan curahan perasaan dan pemikiran terhadap kekuatan-kekuatan di luar dirinya.

Para pembatik menghasilkan rancangan batik melalui proses pengendapan diri, meditasi untuk mendapatkan bisikan-bisikan hati nuraninya, kemudian diibaratkan mendapatkan wahyu sebagai tahap awal perancangannya.

Aspek religius berperan besar di dalam pembentukan nilai keadiluhungan suatu karya seni melalui proses tersebut. Aspek inilah yang memberikan nuansa kemagisan terhadap karya batik tradisional selama ini.

Seni batik bukan hanya indah dan tinggi nilainya, tetapi juga menunjukkan bahwa bangsa Indonesia kaya akan perbendaharaan simbolik, yang terlihat tatkala nenek moyang kita menggambarkan keindahan alam dengan ‘tarian’ canting yang lemah gemulai di atas kain mori, sebagai kekayaan nilai-nilai spiritual.

Pada mulanya seni batik terlahirkan dari konsepsi estetika seni Jawa adiluhung yang berarti indah dan tinggi. Seni batik di Indonesia berkaitan erat dengan tradisi sosial yang berlaku di dalam suatu lingkungan masyarakat. Hal ini terlihat dari cara penyajian bentuk ragam hias / coraknya.

Oleh karena itu, perkembangan batik senantiasa sejalan dan mencerminkan nilai ketradisian dan dinamika masyarakat pendukungnya. Rancangan dan ragam hias / corak yang diciptakan oleh seniman batik didapat dari ilham yang tidak terlepaskan dari kehidupan keagamaan, kebudayaan bangsa pada umumnya, serta dari keadaan alam Indonesia.

Kekayaan alam Indonesia, baik tetumbuhan maupun binatang sangat berlimpah, menjadi sumber ilham bagi seniman batik di Indonesia. Seni batik merupakan karya yang terlahirkan, hidup, tumbuh berkembang di daerah, iklim, masyarakat, politik, adat, serta segala gerak dinamikanya bangsa Indonesia.

Penilaian terhadap seni batik sebenarnya sangat luas, termasuk pula faktor ide yang menentukan isi. Suatu ciptaan merupakan hasil pengendapan dari ilham dan isi pikiran yang berupa falsafah atau simbol.

Tentang isi tersebut nilainya sangat bergantung pada kepekaan akan keindahan, rasa batin, serta ketinggian intelektual seniman. Pandangan seniman terhadap situasi lingkungannya, melahirkan pemikiran di dalam dirinya. Pikiran itu menimbulkan sikap tertentu di dalam rangka berkarya seni.

Sikap yang demikian, merupakan dasar cita-cita yang dimasukkan dalam karyanya. Dasar falsafah harapan yang tinggi ada kalanya bermakna simbolis. Dasar itu merupakan ungkapan dari rasa kehidupan spiritual yang diperlihatkan keindahannya di dalam bentuk yang mulia dan indah walaupun tidak secara ragawi (non visual).

Sebagaimana kehidupan batiniah yang selalu berada dalam keadaan tertutup, terungkapkannya pun sering tidak nyata dan selalu diselubungi dengan kata-kata tidak jelas tetapi mencerminkan makna falsafah.

Sejarah Batik Indonesia

Sejarah Batik Indoesia yang merupakan tradisi budaya bangsa sudah cukup panjang dan sudah berabad-abad umurnya. Bahkan kini batik Indonesia telah diakui oleh UNESCO dan   terdaftar sebagai pusaka dunia non bendawi (Representative List of the intangible Cultural Heritage of Humanity) pada sidang Unesco di Abu Dhabi tanggal 30 september 2009.

Dalam situs resmi UNESCO, ditulis batik Indonesia memiliki banyak simbol yang bertautan erat dengan status sosial, kebudayaan lokal, alam dan sejarah. Batik dinilai sebagai identitas bangsa Indonesia dan menjadi bagian penting seseorang di Indonesia sejak lahir hingga meninggal.

Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirosaputro, menyatakan bahwa Bangsa Indonesia sebelum bertemu dengan kebudayaan India, telah mengenal aturan-aturan menyusun syair, mengenal teknik membuat batik, mengenal industry logam, cara penanaman padi di sawah dengan jalan pengairan dan suatu pemerintahan yang teratur. Pernyataan ini menunjukkan yang mengembangkan seni batik di Indonesia adalah bangsa Indonesia Sendiri.

Sedangkan menurut R. Soeprapto dalam bukunya The Art of Batik, pada mulanya batik merupakan suatu seni yang berkembang di kalangan keraton di Jawa. Pada masa pemerintahan Sultan Hanjokro Kusumo sekitar tahun 1613 sampai tahun 1645, beliau sangat mencintai karya-karya seni batik dan menciptakan ragam hias simbolik pada batik yang mempunyai arti yang dalam mengenai falsafah hidup dan mencerminkan unsur-unsur kehidupan.

Adapun menurut pendapat Prof. M. Yamin dan Prof. Fr. R.M. Sutjipto Wirosaputro, yang mengatakan bahwa pada zaman Sriwijaya ada hubungan timbal balik yang erat antara Sriwijaya dengan Tiongkok pada zaman dinasti Kaisar Sung atau Tang (Abad 7-9). Serta  masih banyak lagi para ahli yang menyatakan bahwa batik sudah cukup lama berkembang di Indonesia.

Batik dan Kain Batik

Istilah Batik dan Kain Batik itu dua hal yang sangat berbeda. Ketika kata batik dikategorikan sebagai non bendawi, maka pengakuan dari UNESCO tersebut telah membuktikan bahwa batik merupakan Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity).

Bila batik dilihat dari sudut pandang sebagai warisan kemanusiaan yang non bendawi seperti ini, maka batik tidak perlu dilakukan sertifikasi halal atau sertifikasi-sertifikasi lainnya.

Batik telah cukup lama menghiasi relung-relung kehidupan masyarakat Indonesia, nafas batik mewarnai kehidupan bangsa Indonesia dalam segala keadaan, disaat bangsa ini mengalami penjajahan dan penindasan bangsa Belanda kemudian dilanjutkan oleh Jepang, batik tetap hidup dan menghidupi sebagian masyarakat Indonesia yang larut dalam ruh batik Indonesia.

Batik pada hakekatnya merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia yang diantaranya mengajarkan tentang bersikap sabar, bersikap menerima, berbagi dengan sesama dan hal-hal lain tentang makna kehidupan bangsa Indonesia termasuk di dalamnya ada unsur gotong royong dan berbagi dengan sesama. Maka dari segi mana sertifikasi yang akan dilakukan kepada batik.

Akan tetapi bila kata batik dilihat dari perspektif bendawi yang kita namakan Kain Batik, maka kita harus mengenali seluruh proses yang ada didalamnya. Apabila kita membicarakan kain batik, secara singkat berarti kita akan dikenalkan pada sebagai berikut mulai dari:

Bahan-bahan Pembuat Kain Batik

Proses pembuatan kain dasar batik yang digunakan untuk membuat kain batik, diantaranya ada yang menggunakan benang (serat) yang bersumber dari jenis protein seperti  Wol (Domba), Sutera (Ulat Sutera) dan Bulu (Hewan berbulu). Sedangkan benang yang berasal dari Selulosa diantaranya : Kapas (Biji buah Kapas), Kapuk (Kapuk), Linen (Tangkai Linen), Goni (Tangkai Rami), Hemp (Tangkai Hemp atau Abaca), Rami (Rumput Rhea), Sisal (Daun Agave), Sabut (Sabut Kelapa), Pina (Daun Nanas).

Setelah kita mengetahui jenis-jenis seratnya, langkah selanjutnya kita harus mengenali bagaimana serat-serat tersebut dibuat menjadi lembaran kain-kain dasar yang akan digunakan untuk membuat kain batik.

Proses pembuatan kain dasar batik

  • Benang di Kanji (sizing). Proses sizing adalah sebuah proses untuk melapisi benang- benang lusi dengan campuran kimia tertentu agar benang- benang tersebut mampu ditenun dengan baik sesuai dengan hasil yang diharapkan.
  • Benang di Tenun (waving). Proses waving adalah benang di tenun, tujuannya agar membentuk lembaran kain yang akan digunakan sebagai bahan dasar untuk pakaian atau lainnya.
  • Penghilangan Kanji. Tujuan dari proses penghilangan kanji diantaranya agar benang yang ditenun ketika diberi warna akan mudah menyerap warna dan kain akan menjadi halus. Agar kanji larut dalam air kanji harus dihidrolisa atau dioksidasi menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga rantai molekulnya lebih pendek dan mudah larut dalam air. Untuk menghilangkan kanji dikenal beberapa cara :1. Perendaman, 2. Asam Encer, 3. Alkali Encer, 4. Enzym dan 5. Oksidator.

Pada saat penghilangan kanji inilah disinyalir ada bahan-bahan kimia yang asalnya disinyalir dari enzym babi. Terdapat 3 golongan enzima yang digunakan untuk proses penghilangan kanji yaitu: Enzym Mout/Malt diastase, Enzym Bakteri diastase dan Enzym Pankreas diastase.

Jenis enzym Pankreas diastase ini diperoleh dari kelenjar-kelenjar ludah perut babi dengan nama dagang Novofermasol As, Dagomma, Anamyl, Viveral, Ultraferment, Enzymoline, Oyatsime dan lain-lain.

Proses Membuat Kain Batik

Kain batik bisa dikategorikan berdasarkan proses pembuatannya ada yang disebut batik Tulis, batik Cap dan batik Kombinasi Tulis dan Cap. Berdasarkan SNI SNI 0239:2014.

Batik adalah kerajinan tangan sebagai hasil pewarnaan secara perintangan menggunakan malam (lilin batik) panas sebagai perintang warna dengan alat utama pelekat lilin batik berupa canting tulis dan atau canting cap untuk membentuk motif tertentu yang memiliki makna. Batik Tulis adalah batik yang dibuat dengan menggunakan alat utama canting tulis sebagai alat melekatkan malam. Batik Cap adalah batik yang dibuat dengan menggunakan alat utama canting cap sebagai alat melekatkan malam. Batik Kombinasi adalah batik yang dibuat dengan menggunakan alat utama canting cap dan canting tulis.

Proses pembuatan kain batik merupakan tahapan setelah bahan dasar kain batik sudah tersedia. Dimulai dari persiapan gambar sketsa, kemudian pelilinan pada lembaran kain dasar yang pada umumnya berwarna putih.

Selain proses pelilinan pada kain, tentunya kita harus mengenal bahan-bahan pembuat lilin batik (malam batik), diantaranya sebagai berikut : a. Lilin/Malam Tawon (beewax), b. Gondorukem, c. Getah Damar,  d. Parafin, e. Microwax dan f. Kendal.

Setelah kita selesai dalam proses pelilinan, maka kita dapat melakukan proses pewarnan dengan menggunkan zat-zat pewarna sebagai berikut : Pewarna kain batik pada umumnya dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu zat pewarna alam (natural dye) dan zat pewarna sintetis (Sintetic dye).

Zat pewarna alam dapat dihasilkan dari unsur warna yang dapat kita peroleh dari berbagai macam tumbuhan misalnya pada bagian buah, akar, daun, atau kulit pohon.  Adapun zat pewarna sintetis diproses atau dihasilkan secara sintetis (buatan) oleh industri. Zat pewarna sintetis tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tujuh bahan warna yaitu, Napthol, Indigosol, Rapide, Ergan Soga, Kopel Soga, Chroom Soga, dan Reaktif (Procion, Remazol dll).

Unsur-unsur zat kimia yang menyertai zat pewarna batik tersebut di atas (untuk zat warna alami maupun zat warna sintetis) diantaranya adalah sbb: TRO (Turkish Red Oil) atau yang disebut juga sebagai bahan dasar sabun, Nitrit, Coustic Soda, Soda Ash, Hidro Sulfit, Tawas, Tembaga Sulfit, Asam Sulfat, Asam Chlorida, dll. Hampir semua zat kimia tersebut di atas tidak ada yang dihasilkan dari lemak binatang.

Penggunaan Kain Produk Batik

Setelah seluruh proses pembuatan kain batik selesai, maka kita akan mendapatkan kain-kain produk batik seperti diantaranya kain sarung, kain panjang (sinjang), kain kemeja, kain blouse dll.

Berkaitan dengan isu yang sekarang perlunya sertifikasi halal terhadap kain batik, bila melihat secara proses dari awal diantaranya ada pada proses penghilangan pengkanjian bilamana menggunakan enzyme tersebut.

Namun berdasarkan hasil investigasi yang telah saya lakukan dalam beberapa hari ini setidaknya akan terjawab dan tidak akan lagi mendatangkan keraguan bagi produsen kain batik termasuk pengguna kain-kain batik tradisional baik kain batik tulis, kain batik cap maupun kain batik kombinasi. Hal tersebut dikarenakan pada proses pembuatan kain-kain batik tersebut telah menggunakan bahan-bahan yang tidak najis atau zat haram yang digunakan pada proses produksinya.

Masalah produk kain batik tersebut muncul ketika kain  batik tersebut digunakan sebagai bagian dari sarana ibadah umat muslim dimanapun. Karena bagi umat muslim perlu kepastian hukum bahwa kain yang digunakan sebagai sarana ibadah harus bersih dan terhindar dari najis.

Dalam hal melaksanakan ibadah shalat, para Fukaha mendahulukan pembahasan thaharah (bersuci) daripada pembahasan shalat karena thaharah adalah pembuka shalat sekaligus syarat sahnya shalat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir dan penghalalannya adalah salam.” [Hadits shahih Hasan, dikeluarkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibn Majah dari ‘Ali ibn Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu]. Secara bahasa, thaharah berarti bersih dari kotoran, baik secara fisik seperti bersih dari air kencing, maupun secara maknawi seperti bersih dari maksiat.

Sedangkan secara syar’i, thaharah berarti bersih dari najis, baik secara hakikat yaitu dari khabats (sesuatu yang dianggap kotor dan jijik menurut syara’), maupun secara hukum yaitu dari hadats (sesuatu yang menurut syara’ jika terdapat pada seseorang, ia akan kehilangan kesucian).

Definisi ini diambil dari kalangan Hanafiyah. An-Nawawi (dari kalangan Syafi’iyah) mendefinisikan thaharah dengan “mengangkat hadats dan menghilangkan najis, atau yang semakna dan memiliki sifat yang sama dengannya”. Urgensi Thaharah sangat penting dalam Islam, baik thaharah secara hakikat yaitu mensucikan pakaian, badan dan tempat shalat dari najis, maupun secara hukum yaitu mensucikan anggota badan dari hadats, dan mensucikan seluruh tubuh dari janabah. Hal ini karena ia merupakan syarat untuk sahnya shalat.

Sehingga dalam hal ini, bukan saja pada pakaian (kain batik), pada pakaian-pakaian lainnyapun hendaknya perlu sekali kejelasan tentang kehalalannya atau kesuciannya.

Maka munculah diperlukannya sertifikat halal untuk kain batik walaupun oleh sebagian orang dikatakan tidak perlu atau apa perlunya batik disertifikasi. Yang disertifikasi itu tentunya bukan batik sebagai non-bendawi, namun kain-kain batik (bendawi) tersebut mungkin yang dimaksud. Walaupun jangan terlalu dirisaukan karena akan kita buktikan bahwa dalam proses pembuatan batik sudah dinyatakan halal.

Indikasi Sifat Halal Pada Kain Batik

Hasil wawancara dengan Prof. Zeily Nurachman dari Ka Prodi Kimia di ITB pada hari Kamis 1 Februari 2018 menjelaskan, beliau mengatakan dengan jelas dan lengkap bahwa dalam proses pembuatan enzym tersebut di atas (enzym pankreas diastase) sudah merupakan hasil rekayasa genetik yang tidak lagi secara langsung diambil dari binatang babi.

Secara ilmiah diterangkan bahwa pada proses produksinya berawal dari babi, kemudian dicarilah untuk mengespresikan protein tersebut melalui proses cloning gen (bio teknologi modern) tersebut di dalam satu plasmid dan  dititipkan dalam bacteri ecoli. Selanjutnya yang memproduksi proteinnya adalah dari bakteri ecoli tersebut. Sehingga sudah bukan lagi dari binatang babi.

Dari makhluk yang bernama bakteri ecoli ini, protein yang dihasilkannya bisa dinyatakan halal, karena tidak lagi menggunakan sumber asli. Sehingga analoginya bila ikan dikolam memakan kotoran, kemudian ikannya akan menjadi halal. Nah, karena cloon asalnya dari babi maka masih menyebutnya berasal dari babi, walaupun pada produk akhirnya seperti pada proses yang diterangkan tersebut di atas.

Pada pabrik-pabrik kimia besar, untuk memproduksi enzyme-enzym tersebut sudah menggunakan teknologi  rekayasa genetik yang memanfaatkan hidupnya bakteri.

Penjelasan Hasil Riset

Babi menghasilkan enzym diastase kemudian diuji aktifitasnya ternyata tinggi, kemudian ketika pengguna enzym tersebut menginginkan untuk mendapatkan produksi yang tinggi/banyak maka tidak mungkin menunggu/mengandalkan dari apa yang diproduksi oleh babi tersebut.

Selanjutnya dilakukan penelitian untuk mensitesis protein, gen yang mengekspresikan itu urutannya apa saja, dalam dunia bio teknologi gen itu membawa informasi. Kalau informasi ini dipotong dan dipindahkan ke gen bakteri ekoli yang semula tidak menghasilkan protein yang dimaksud, kini berubah bisa menghasilkan protein yang dimaksud. Nah sekarang pabrik yang memproduksinya itu adalah bakteri ekoli (Rekombinan DNA).

Untuk melengkapi informasi yang komprehensif penulusuran kemudian saya menghubungi direktur marketing PT. Primatex Bapak H. Didi Karuniadi S. SiT, hasil wawancaranya sbb:

  1. Proses penghilangan kanji pada tekstil, kalau menggunakan enzym justru tidak efisien. namun, kalau memang betul menggunakan enzym, bukan dari air liur hewan, namun dari pankreasnya. Kain, jika diproses persiapan untuk penghilangan kanji, harusnya tidak ada kandungan chemical atau impurities lain, untuk melangkah ke proses kedepannya karena residu tsb akan menghalangi proses selanjutnya.
  2. Enzym itu mudah sekali larut di air. Sedangkan enzym yg dipakai di tekstil, itu umumnya mesophilic, jadi temperaturnya rendah, tidak tahan alkali sama sekali, jadi kalau untuk di wash off/dicuci itu gampang hilang. Sehingga kalau mau didetect, kemungkinan samasekali tidak terdetect kandungannya, kecuali bahan2 kimia, misalnya bahan karbon, biasanya ada sisa residu. Kalau enzym kemungkinan tidak terdetect karena konsentrasi yg digunakannya kecil sekali dan mudah larut.
  3. Enzym itu tidak ada yg proses pemakaiannya cepat, waktunya panjang bisa overnight kurang lebih butuh 12 jam kalau di tekstil, kalau prosesnya panjang, pasti konsentrasinya kecil atau rendah. Kalau kita butuh waktu pendek, pasti konsentrasinya pasti tinggi.
  4. Enzym tidak merusak struktur benangnya, karena bukan oksidator. kalau menggunakan oksidator, biasanya 45 menit sudah selesai, apalagi katun.
  5. Primatexco proses penghilangan kanjinya menggunakan oksidator dengan  menggunakan sodium persulfate.
  6. Sehingga produk dari PT. Primatex terjamin dan tidak ada penggunaan unsur enzyme dari bahan babi.

Saran-Saran

  1. Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) mengambil sikap atas isu sertifikasi halal untuk batik yang sedang berkembang saat ini dengan beberapa saran sebagai berikut:

  2. Bagi para produsen batik dan khususnya bagi pengguna kain-kain batik tidak perlu merasa risau dengan adanya isu penggunaan sertifikasi halal untuk kain-kain batik.

  3. Sikap kehati-hatian sangat diperlukan dalam menyikapi segala bentuk isu dan informasi yang menyesatkan.

  4. Bagi unsur pemerintah terkait, sudah seharusnya segera menertibkan atau memberikan peringatan bagi produsen-produsen besar penghasil kain untuk mensertifikasi produk-produk kainnya, serta mengawasinya dengan ketat dan berikan sanksi hukum bagi yang melanggar.

  5. Pemerintah harus bisa bertindak tegas bagi produsen kain batik, produsen bahan pembantu proses batik yang sekiranya terdapat bahan-bahan yang berbahaya terlebih lagi pada penggunaan bahan-bahan yang dikategorikan memiliki sifat najis (kotor menurut syar’i).

  6. Sertifikasi halal ini jangan dijadikan suatu keharusan bagi produsen-produsen batik bersekala UKM/IKM maupun lainnya, karena mereka sebenarnya pemakai dari bahan-bahan yang diproduksi dari pabrik-pabrik besar yang mensuply para perajin batik.

  7. Wajibkan kepada para produsen bahan-bahan batik, bahan-bahan pembantu proses batik dan produsen bahan-bahan pewarna menjelaskan kandungan atau esensi dari produk-produk yang dijualnya.

  8. Pemerintah hendaknya mewajibkan terlebih dahulu sertifikasi pada pabrik-pabrik besar tersebut sebelum melangkah kepada perajin batik tradisional tersebut.

 

Penulis adalah:

  1. Anggota Pengurus Yayasan Batik Indonesia (YBI)
  2. Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB)
  3. Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI)

Anggunnya Batik Bekasi

Sejarah Batik

Mereguk Sejarah Batik Di Segelas Kopi Tahlil (1)