in ,

Peragaan Busana Sustainable Fashion Peringati Perubahan Iklim Dan Imlek

Sebanyak 12 model mengkampanyekan fashion yang berkelanjutan (sustainable fashion) dan beretika dengan mengenakan busana tenun cheongsam di atas kapal milik nelayan di kawasan Kampung Tambak Lorok Kota Semarang, Minggu (19/1). Mereka melakukannya dalam rangka menyambut Imlek sekaligus memperingati akan bencana perubahan iklim.

Model-model tersebut berasal dari berbagai kalangan, yang tergabung dalam komunitas Empu. Empu sendiri adalah jejaring para pegiat dan pecinta tenun serta serat pewarna alam. Diutarakan oleh koordinator Empu, Leya Cattleya, komunitas Empu berkolaburasi dengan Sekar Kawung, Empu Jalin Karsa Mutiara, Nine Penenun, Gema Alam NTB, Lusy Tjan, Kana Sibori, Bangsa, Batik Zie, Jamtra Cassava Silk, Arana ASSPUK, dan Hijrah Creative.

Sekar Kawung mengeluarkan koleksi tenun Sumba Timur, Tuban dan Badui. Empu Jalin Karsa mengeluarkan koleksi tenun dari Sumba Timur, Lombok Timur, Tuban, batik Semarang dan kain Indigo Temanggung. Nine Penenun mengeluarkan koleksi tenun Pringgasela Selatan, Lombok Timur dan koleksi Lusy Tjan.

Dijelaskan oleh Leya, kegiatan ini juga merupakan kedua kalinya digelar sebagai Festival Empu 2020. Sebelumnya, dilakukan di minggu pertama Januari bulan ini.

Empu juga bekerjasama dengan Collabox Creative Hub Semarang, the Soeratman Foundation, dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dalam mengadakan acara peragaan busana itu.

”Koleksi baru Cheongsam yang diperagakan ini membawa beberapa tujuan dan pesan. Pertama, sebagai gerakan untuk menyuarakan relevansi fashion berkelanjutan dalam rangka mencegah lebih jauh pemasan global dan perubahan iklim. Lalu sebagai bagian dari upaya membangun pengetahuan masyarakat tentang pentingnya sistem fashion, baik dari sisi produsen dan konsumen yang bijaksana,” katanya.

Empu mengklaim peragaan busana di atas perahu merupakan pertamakalinya dibuat di Indonesia. Leya menjelaskan hal ini dilakukan dengan niatan agar baik pemerintah serta para pihak memberikan perhatian serius pada relevansi fashion dan perubahan iklim.

”Dari sana, kami berharap fashion tidak membawa dampak negatif pada perusakan lingkungan dan tidak menimbulkan ketidakadilan sosial. Kami juga ini menghargai para penggiat tenun dan serat pewarna alam, agar memastikan penciptaan dan perdagangan karya tenun dan serat pewarna alam dari akar ke pasar,berkeadilan bagi semua pihak yang terlibat,” lanjutnya.

Empu juga prihatin dengan kenyataan saat ini industri fashion menjadi penyumbang kedua polutan setelah minyak di dunia. Hal ini dipandang bisa merugikan lingkungan dan manusia.

”Kami di sini dengan Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia merayakan dan merekognisi perubahan iklim itu serius ada. fashion yang bijaksana dan berkelanjutan perlu kami tegakkan sama sama. Seperti diketahu fashion menjadi satu dari 16 industri kreatif, artinya perlu dipilih fashion yang mana yang perlu didorong ke depan,” tandas Leya.

Sumber

Batik Gedangsari, Kisah Buruh Perajin Batik Warlami Naik Kelas

Dewi K Priana Mengenakan Batik Tulis Untuk Gaya Hidup Yang Mendarah Daging