https://tk.tokopedia.com/ZShCCaaWK/
in ,

Bayu Aria Widi Kristanto: Batik Sebagai Jalan Hidup dan Orkestra Budaya

Bayu Aria Widi Kristanto menjadikan batik sebagai orkestra budaya; karya unik, spiritual, dan monumental yang menembus batas tradisi.

Bagi Bayu Aria Widi Kristanto, batik bukan sekadar kain, melainkan jalan hidup. Dalam pandangannya, batik adalah teknik, filosofi, dan ekspresi spiritual yang tumbuh dari kebudayaan rakyat. Ia menolak pandangan bahwa batik hanya milik keraton atau kalangan bangsawan. Justru, menurutnya, batik lahir dari tangan rakyat pesisir yang berinteraksi dengan berbagai peradaban lewat pertukaran budaya dan teknologi, sebelum akhirnya masuk ke lingkaran istana dan mendapatkan legitimasi simbolik sebagai busana kebesaran.

Bayu Aria Widi Kristanto menjadikan batik sebagai orkestra budaya; karya unik, spiritual, dan monumental yang menembus batas tradisi.
Bayu Aria Widi Kristanto menjadikan batik sebagai orkestra budaya; karya unik, spiritual, dan monumental yang menembus batas tradisi.

Bayu menyebut perjalanannya di dunia batik sebagai “kutukan yang menjadi berkah.” Lulusan jurusan Kriya Tekstil ISI Yogyakarta ini awalnya hendak bekerja sebagai desainer di Jepang. Namun, karena satu kegagalan kecil dalam tes kesehatan, jalan hidupnya berbelok. Di kamar kos, ia menemukan sisa kain tugas akhir dan mencoba mencanting kembali. Dari situ, lahirlah karya pertama yang dijual murah—dan justru menjadi titik awal dari perjalanan batiknya yang kini menembus panggung dunia.

Berbeda dari banyak perajin, Bayu memposisikan diri sebagai seniman batik. Ia menekankan bahwa seniman mencipta karakter, bukan sekadar mengulang pola. Bagi Bayu, karya batik adalah ekspresi fine art, bukan produk reproduksi massal. Karena itu, ia menolak mengulang motif yang sama, bahkan ketika pembeli menawarkan harga dua kali lipat. Setiap karyanya unik, memiliki jiwa, dan menjadi bagian dari narasi personalnya sebagai seniman.

Salah satu karya monumentalnya adalah seri “Batik Bernyanyi” — kain batik sepanjang tujuh meter yang menggambarkan partitur lagu Bohemian Rhapsody karya Queen. Dalam karya ini, motif parang distilasi menjadi tuts piano, sayap kupu-kupu memuat nada, dan keseluruhan kain seolah menjadi orkestra visual. Ia menyebutnya sebagai dialog antara musik dan batik, dua dunia seni yang berpadu dalam kesenyapan malam dan getaran garis lilin.

Karya Bayu juga dikenal mahal, namun nilai itu berasal dari proses penciptaan dan keunikan konseptual. Sebuah selendang batik dengan tanda tangan khasnya bisa mencapai 30 juta rupiah, sementara karya monumental mencapai 200 juta rupiah. Namun di balik harga tersebut, Bayu tetap memelihara semangat sosial: memberikan beasiswa dan bimbingan bagi mahasiswa dan anak muda yang ingin menekuni batik, sebagai upaya regenerasi perajin yang kian langka.

Ia percaya bahwa masa depan batik tidak hanya bergantung pada pasar, tetapi juga pada literasi, riset, dan pemahaman yang lebih dalam terhadap akar sejarah dan bahasa batik. “Kita kehilangan makna batik ketika hurufnya berubah jadi alfabet,” ujarnya, menyinggung perlunya menggali kembali jejak batik dari perspektif arkeologi budaya.

Kini, dengan kiprahnya di berbagai negara dan kolaborasi bersama institusi besar, Bayu Aria Widi Kristanto menjelma sebagai representasi seniman batik kontemporer Indonesia — yang tak sekadar melestarikan, tapi juga menafsir ulang batik sebagai orkestra identitas bangsa yang terus bergetar lintas generasi dan budaya.

Written by Batiklopedia

Batiklopedia.com merupakan portal berita spesialis yang mengangkat isu seputaran dunia batik dan wastra Nusantara. Tujuan awal pembuatannya adalah untuk mendokumentasikan pelbagai hal berkaitan dengan upaya pelestarian dan pengembangan batik Indonesia.

Purbalingga meluncurkan Batik Naga Tapa, simbol keteguhan dan kebijaksanaan masyarakat dalam perayaan Simfoni Batik Purbalingga 2025.

Motif Naga Tapa Resmi Diluncurkan, Simbol Baru Identitas Batik Purbalingga