Jakarta — Batik bukan sekadar warisan, melainkan napas budaya yang terus hidup di setiap generasi. Dalam semangat itu, Seruni Kabinet Merah Putih bersama Kementerian Kebudayaan RI menggelar acara bertajuk “Jejak Canting Indonesia” di Museum Batik Indonesia, Selasa (28/10).
Kegiatan ini bertepatan dengan peringatan Hari Batik Nasional dan Hari Sumpah Pemuda, menandai kolaborasi antara pelestarian budaya dan semangat kebangsaan generasi muda.

Perhelatan dibuka oleh Pembina Seruni, Selvi Gibran Rakabuming, dengan tema “Menelusuri Makna dan Pesona Batik – Menghidupkan Keberlanjutan.” Ia menekankan pentingnya menjadikan batik sebagai bagian dari gaya hidup modern, tanpa kehilangan akar tradisinya.
Dalam sambutannya, Grace Katharine Fadli Zon, Anggota Bidang III Sosial dan Budaya Seruni yang mewakili Kementerian Kebudayaan, menegaskan bahwa kegiatan ini mencerminkan tekad pemerintah untuk mengembangkan ekosistem batik yang berkelanjutan—dari tahap produksi hingga edukasi publik. “Kelestarian batik Indonesia akan terus terjaga selama kita bersama-sama berkomitmen,” ujarnya.
Acara utama bertajuk “Bincang Budaya” menampilkan tujuh perajin batik dari berbagai daerah: Yogyakarta (batik Nitik), Surakarta (sogan), Cirebon (merawit), Lasem, Pekalongan (indigo), Tuban (gedog), dan Madura (gentongan). Mereka memperlihatkan keunikan teknik dan filosofi dari masing-masing daerah, sekaligus menunjukkan bagaimana warisan lokal batik telah menjadi sumber kekuatan ekonomi dan identitas budaya.
Menurut Indira Esti Nurjadin, Kepala Museum dan Cagar Budaya Kementerian Kebudayaan, tujuh daerah tersebut sebelumnya telah dikunjungi untuk memastikan seluruh rantai ekosistem batik — mulai dari praproduksi, produksi, distribusi, promosi, konsumsi, hingga edukasi — berjalan sebagai sistem yang berkelanjutan dan memberi manfaat bagi masyarakat pembatik.
Melalui “Jejak Canting Indonesia,” batik kembali membuktikan dirinya bukan hanya kain bermotif indah, tetapi simbol keberlanjutan, kebanggaan, dan semangat persatuan bangsa.

