Batik printing dianggap “bukan batik” oleh para ahli dan pecinta batik karena perbedaan mendasar dalam proses pembuatannya. Batik printing dibuat bukan seperti batik umumnya, yakni ada proses perintangan warna menggunakan lilin.

Batik printing disebut juga tekstil motif batik, dicetak menggunakan mesin yang dapat memproduksi lebih cepat dan lebih banyak daripada batik tulis atau batik cap. Dalam kondisi tertentu ada perajin batik untuk memenuhi pesanannya dan mengejar harga lebih terjangkau, memproduksi batik printing atau tekstil motif batik di luar produksinya membuat batik tulis atau cap.
Untuk memahami mengapa batik printing tidak diakui sebagai batik dalam pengertian tradisional, mari kita lihat beberapa alasan penting:
Perbedaan Teknik Produksi
Batik asli yakni batik tulis dan batik cap dibuat dengan proses manual menggunakan lilin (malam) sebagai perintang warna. Dalam batik tulis, motif digambar secara manual dengan canting, sedangkan dalam batik cap, pola dihasilkan menggunakan stempel (cap) yang dicelupkan ke dalam lilin.
Setelah motif terbentuk, kain akan melalui proses pewarnaan berlapis, dengan lilin yang berfungsi sebagai pelindung area tertentu dari pewarna. Ini adalah proses yang sangat rumit dan memakan waktu, serta melibatkan keterampilan tinggi.
Batik printing dibuat menggunakan mesin cetak atau teknik sablon untuk meniru pola batik pada kain. Prosesnya jauh lebih cepat, tanpa melibatkan lilin atau teknik pewarnaan resist tradisional yang menjadi ciri khas batik. Ini menjadikannya lebih mirip produk tekstil cetak biasa daripada batik asli.
Tidak Melibatkan Teknik Malam (Lilin)
Dalam definisi tradisional, batik adalah teknik pewarnaan resist menggunakan lilin (malam). Proses ini menciptakan motif unik yang disebut sebagai batik. Namun, batik printing tidak menggunakan lilin dalam proses pembuatannya, melainkan hanya mencetak motif batik langsung ke kain dengan mesin. Karena tidak ada teknik lilin yang digunakan, batik printing tidak memenuhi kriteria utama untuk disebut batik asli.
Kurangnya Proses Pewarnaan Berlapis
Dalam batik tulis dan cap, pewarnaan kain dilakukan secara bertahap dan berlapis, dengan lilin yang melindungi bagian-bagian kain dari pewarna. Proses ini menghasilkan gradasi warna dan detail yang sangat halus, serta tekstur unik yang sulit ditiru oleh teknik printing.
Dalam batik printing, pewarnaan dilakukan secara langsung tanpa melalui proses pelapisan atau perlindungan lilin, sehingga hasilnya lebih menyerupai kain bermotif daripada batik sejati.
Minimnya Keterlibatan Seni dan Keterampilan Tangan
Batik tradisional sangat mengandalkan keterampilan tangan dan seni pengrajin. Setiap helai batik tulis adalah karya seni yang unik, karena tidak ada dua kain batik tulis yang benar-benar sama.
Batik cap pun demikian, melibatkan keterampilan dalam mengatur cap dengan tepat dan menyesuaikan pewarnaan. Di sisi lain, batik printing sepenuhnya bergantung pada mesin, sehingga menghilangkan elemen seni dan keterampilan manual yang melekat pada batik tradisional.
Nilai Budaya yang Berbeda
Batik tradisional, terutama batik tulis, memiliki nilai budaya yang tinggi karena melibatkan proses yang diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap motif batik sering kali memiliki makna filosofis yang mendalam, terkait dengan budaya dan sejarah lokal. Proses pembuatan batik adalah bagian penting dari identitas budaya Indonesia.
Sementara itu, batik printing cenderung hanya meniru motif-motif batik tanpa melibatkan aspek budaya dan seni yang sama, sehingga dianggap kurang memiliki nilai budaya yang mendalam.
Harga dan Nilai Ekonomis
Karena proses pembuatan batik tulis dan cap lebih rumit dan memakan waktu, harga batik tradisional cenderung lebih mahal. Nilai ekonomis ini juga mencerminkan upaya, keterampilan, dan seni yang terlibat dalam pembuatannya.
Batik printing, di sisi lain, diproduksi secara massal dengan biaya lebih rendah, dan karenanya dijual dengan harga lebih murah. Ini menciptakan perbedaan persepsi antara produk yang dianggap “seni” dan produk yang lebih bersifat komersial atau massal.
Standar Pengakuan UNESCO
UNESCO mengakui batik sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan dari Indonesia pada tahun 2009. Pengakuan ini diberikan kepada batik tulis dan batik cap yang menggunakan teknik tradisional pewarnaan lilin resist.
Batik printing, karena tidak menggunakan teknik tradisional tersebut, tidak masuk dalam kategori yang diakui oleh UNESCO sebagai batik.
Pandangan Masyarakat dan Pengrajin
Pengrajin batik tradisional umumnya memandang batik printing sebagai “kain bermotif batik,” tetapi bukan batik dalam pengertian sebenarnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa batik adalah hasil dari keterampilan dan seni manual yang melibatkan proses pembuatan yang memakan waktu dan usaha.
Masyarakat yang lebih mengenal batik tradisional juga sering kali memandang batik printing sebagai produk yang berbeda dari batik asli. Namun bagi masyarakat yang awam batik, perbedaan batik asli dan batik printing kerapkali terabaikan dan menganggap keduanya sama.
Secara keseluruhan, batik printing dianggap bukan batik dalam pengertian tradisional karena tidak menggunakan teknik lilin resist, tidak melibatkan keterampilan tangan dalam proses pembuatan, dan tidak memiliki nilai budaya yang sama seperti batik tulis dan batik cap.
Meskipun demikian, tekstil motif batik atau batik printing masih eksis berproduksi dengan segmentasi pasar yang sama namun berpengetahuan berbeda tentang batik. Di samping itu, tekstil motif batik ini diminati karena harganya yang lebih murah dan proses produksinya yang cepat.
Setelah tahu, yuk kita dukungperajin batik asli yang sudah mencurahkan keindahan, nilai seni, dan budaya kita.
Dapatkan Informasi Menarik Lainnya di:

